BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Banyaknya perkelahian antar
sekolah bahkan di perguruan tinggi yang terjadi di berbagai daerah akhir-akhir
ini merupakan salah satu tanda bahwa pendidikan yang terjadi di sekolah perlu
ditinjau ulang. Pendidikan telah dinilai tidak berhasil membangun karakter
bangsa. Kurikulum sekolah yang menempatkan pendidikan agama, pendidikan moral
pancasila, serta peran bimbingan dan konseling belum sepenuhnya menghasilkan
anak didik yang berakhlak mulia. Krisisnya banyak anak yang tidak hormat pada
guru, nyontek saat ujian adalah bukti sedikit gambaran adanya ketidak efektifan
mata pelajaran tersebut di sekolah.
Jika kita lihat tujuan
pendidikan nasional berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan
nasional tersebut telah jelas bahwa pendidikan karakter sudah merupakan bagian
dari proses pendidikan kita. Namun pada implementasi di lapangan pendidikan
karakter tersebut tidak dilakukan secara teritegrasi dalam pendidikan di
sekolah.
Pendidikan anak merupakan
tanggungjawab bersama antara orang tua dan sekolah. Orang tua tidak dapat sepenuhnya
membebankan proses pendidikan anaknya pada sekolah. Oleh karena itu kerjasama
antara sekolah dan orang tua di rumah bahkan masyarakat lingkungan dimana anak
tinggal dalam mendidik anak agar berkembang dan membentuk karakter siswa yang
kuat itu sangat diperlukan.
Idealnya proses pendidikan
yang berlangsung di sekolah dapat menghasilkan anak didik yang tidak hanya
memiliki kompetensi bidang kognitif semata atau pandai secara intelektual namun
hendaknya juga memiliki akkhlak mulia. Dengan bekal akhlak mulia ini anak akan
berkembang menjadi anak yang baik dan akan menjadi dewasa kelak memiliki
karakter yang kuat bermanfaat bagi nusa dan bangsa.
Sikap sopan santun atau
hormat yang merupakan budaya leluhur kita dewasa ini telah dilupakan oleh
sebagian orang. Sikap sopan santun yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
hormat menghormati sesama, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua
menghargai yang muda tidak lagi kelihatan dalam kehidupan yang serba modern
ini. Hilangnya sikap sopan santun sebagaian siswa merupakan salah satu dari
sekian penyebab kurang terbentuknya karakter. Tidak terpeliharanya sikap sopan
dan santun ini dapat berdampak negatif terhadap budaya bangsa Indonesia yang
dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kehidupan
yang beradab.
Sejumlah pertanyaan muncul
mengapa anak-anak sekarang menjadi anak yang tidak memiliki sikap sopan santun
tersebut? Sebagian anak remaja mulai berani kepada orang tua, berani kepada
gurunya, bila diberi nasehat berani membantah bahkan mungkin berani menantang
pada orang yang menasehati. Sikap-sikap seperti ini banyak kita temui pada anak
remaja. Kondisi ini menunjukkan bahwa sekolah hanya menghasilkan siswa yang
memiliki intelektual yang tinggi namun tidak memiliki karakter yang ditunjukkan
oleh kurangya akhlak mulia yang dimilikinya. Untuk menjawab pertanyaan yang
muncul tersebut di atas, tentu banyak hal yang dapat dilakukan. Dalam makalah
ini kami ingin mengupas salah satu hal kecil yang menurut kami penting dari
sekian kemungkinan peningkatan karakter siswa yaitu melalui upaya pelestarian
sikap sopan santun lewat proses pembudayaan di sekolah.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas,
maka dapat diambil satu rumusan masalah penting diantaranya:
a. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk
menumbuhkembangkan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang
lain?
b. Apa manfaat menumbuhkembangkan karakter sopan santun atau rasa
hormat pada siswa?
1.3 Tujuan
Melihat begitu pentingnya dalam memenuhi tugas dari mata
kuliah pendidikan karakter maka tulisan ini kami buat. Tujuan utamanya adalah
untuk memberikan gambaran bagi pembaca mengenai penumbuhkembangan karakter
sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain. Tentu harapannya adalah
implementasi dari suatu makalah yang akan bermanfaat dalam pembuatan tugas
kuliah di kemudian hari nanti.
1.4Manfaat
a. Agar
mahasiswa dan pembaca makalah ini dapat mengetahui bagaimana cara untuk
menumbuhkembangan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain.
b. Agar
dapat memberikan sumbangsih pengetahuan dalam mata kuliah pendidikan karakter.
BAB II
PEMBAHASAN
Karakter berasal
dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
anak itulah yang disebut karakter. Karakter dapat ditumbuhkan pada anak (siswa)
melalui pendidikan karakter dalam lingkup sekolah. Karakter tidak berfungsi
dalam ruang hampa, namun karakter berfungsi dalam lingkungan sosial. “Rasa
hormat, tanggung jawab, dan turunannya merupakan nilai-nilai yang dapat
diajarkan oleh legitimasi sekolah “ (Lickona, 2013:101). Untuk keperluan
pendidikan karakter dalam seting sekolah, sekolah perlu mengembangkan sejumlah
nilai yang dianggap penting untuk dimiliki setiap lulusannya. Kesuma dkk
(2012:9) menyebutkan beberapa tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah,
diantaranya:
a. Menguatkan
dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu
sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan.
b. Mengoreksi
perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang
dikembangkan oleh sekolah.
c. Membangun
koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung
jawab pendidikan karakter secara bersama.
2.1 Pengertian Sopan Santun (Kesopanan) Atau Rasa
Hormat
Sopan
santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku
seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak
sombong dan berakhlak mulia. Pengejawantahan atau perwujudan dari sikap sopan
santun ini adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi
menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain. Dalam
budaya jawa sikap sopan salah satu nya ditandai dengan perilaku menghormati
kepada orang yang lebih tua, menggunakan bahasa yang sopan, tidak memiliki
sifat yang sombong. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap
sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau
waktu.
Sedangkan
rasa hormat berarti menunjukkan penghargaan kita terhadap harga diri orang lain
ataupun hal lain selain diri kita. Lickona (2013:70) “penghormatan terhadap
orang lain mengharuskan kita untuk memperlakukan semua orang bahkan orang yang
kita benci sebagai manusia yang memiliki
nilai tinggi dan memiliki hal yang sama dengan kita sebagai individu”.
Kesopanan juga merupakan bentuk lain dari penghormatan terhadap orang lain.
2.2 Macam-Macam Sopan Santun/Kesopanan
a.
Kesopanan Berbahasa
Bahasa menunjukan bangsa, di dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan alat
komunikasi penting yang menjembatani seseorang dengan orang lainnya. Santun
bahasa menunjukan bagaimana seseorang melakukan interaksi sosial dalam
kehidupannya secara lisan. Setiap orang harus menjaga santun bahasa agar
komunikasi dan interaksi dapat berjalan baik. Bahasa yang dipergunakan dalam
sebuah komunikasi sangat
menetukan keberhasilan pembicaraan (Kuraesin, 1975:6).
b.
Sopan Santun Berperilaku
Santun adalah satu kata sederhana yang memiliki arti banyak dan dalam,
berisi nilai-nilai positif yang dicerminkan dalam perilaku dan perbuatan
positif. “Perilaku positif lebih dikenal dengan santun yang dapat
diimplementasikan pada cara berbicara, cara berpakaian, cara memperlakukan
orang lain, cara mengekspresikan diri dimanapun dan kapan pun” (Chazawi, 2007:12).
Santun yang tercermin dalaman perilaku bangsa Indonesia ini tidak tumbuh dengan
sendirinya namung juga merupakan suatu proses yang tidak bisa dilepaskan dari
sejarah bangsa yang luhur.
2.3 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Lunturnya Nilai-Nilai Kesopanan
Menurut
Mahfudz (2010:03), berpendapat bahwa kurangnya sopan santun
pada anak disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a.
Anak-anak tidak mengerti aturan yang
ada, atau ekspektasi yang diharapkan
dari dirinya jauh melebihi apa yang dapat mereka cerna pada tingkatan pertumbuhan mereka saat
itu.
b.
Anak-anak ingin melakukan hal-hal yang
diinginkan dan kebebasannya.
c.
Anak-anak meniru perbuatan orang tua.
d.
Adanya perbedaan perlakuan disekolah dan
dirumah.
e.
Kurangnya
pembiasaan sopan santun yang sudah diajarkan oleh orang tua sejak dini.
2.4 Strategi
Penumbuhkembangan Sopan Santun Atau Rasa Hormat di Sekolah
Penumbuhkembangan
merupakan suatu proses pembiasaan. Penumbuhkembangan sopan santun atau rasa
hormat dapat dimaksudkan sebagai upaya pembiasaan sikap sopan santun atau hormat
agar menjadi bagian dari pola hidup seseorang yang dapat dicerminkan melalui
sikap dan perilaku keseharian. Sopan santun atau rasa hormat sebagai perilaku
dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara. Proses penumbuhkembangan
karakter sopan santun atau rasa hormat pada orang lain ini dapat diterapkan di
sekolah dengan cara sekolah harus mampu membuat desain skenario pembiasaan
sopan santun atau rasa hormat. Sekolah dapat melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a.
Peran sekolah dalam membiasakan sikap
sopan santun atau rasa hormat pada orang lain dapat dilakukan dengan memberikan
contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagai
pembelajar dapat menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau model dari
guru ini siswa dengan mudah dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah
menanamkan sikap sopan santun/hormat.
b.
Guru dapat mengitegrasikan perilaku
sopan santun/hormat ini dalam setiap mata pelajaran, sehingga tanggungjawab
perkembangan anak didik tidak hanya menjadi beban guru agama, pendidikan moral
pancasila, dan guru BK.
c.
Guru agama, guru pendidikan moral
pancasila dan guru BK dapat melakukan pembiasaan yang dikaitkan dalam penilaian
secara afektif. Penilaian pencapaian kompetensi dalam 3 mata pelajaran ini
hendaknya difokuskan pada pencapaian kompetensi afektif. Sedangkan kompetensi
kognitif hanya sebagai pendukung mengusaan secara afektif.
d.
Guru seni tari jawa dapat membantu
pembiasaan sopan santun/hormat melalui pembelajaran dalam gerakan tari yang
memilki nilai-nilai posistif dalam budaya Jawa. Berdasarkan pengalaman salah
seorang penari terbukti bahwa seni tari melalui gerakannya dapat dijadikan
sebagai media untuk pembelajaran sikap sopan santun atau unggah ungguh.
2.5Peran
Guru
Peran
guru dalam proses pembelajaran peserta didik menurut Husaini
(2010) mencakup:
a.
Guru sebagai perencana (planner)
yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar
mengajar (pre-teaching problems)
b.
Guru sebagai pelaksana (organizer),
yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan
mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia
bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan
yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses
berlangsung (during teaching problems).
c.
Guru sebagai penilai (evaluator)
yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan
pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran,
berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya
maupun kualifikasi produknya.
Usman
(1999:13) “seorang guru sebelum menjadi model keteladanan siswa guru juga harus
mendisiplinkan diri, artinya apabila menginginkan peserta didiknya patuh
terhadap aturan yang berlaku baiknya aturan yang bersifat formal atau non
formal maka guru harus terlebih dulu mematuhinya”. Usman (1999:13) peran guru
di pandang dari segi diri pribadinya adalah “sebagai model teladan, artinya
guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik”.
Apabila guru sudah menunjukkan perilaku yang tidak sopan maka siswa pun akan
berperilaku seperti itu karena siswa biasanya meniru apa yang dilakukan oleh
guru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penegakkan sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang
lain baik dalam lingkungan sekolah
khususnya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya memang tidak semudah yang
dibayangkan. Upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik (guru) dalam
penumbuhkembangan sopan santun atau rasa hormat pada siswa adalah dengan
menjadi teladan siswa melalui cara berpakaian yang rapi, bertutur kata yang
sopan dan pantas, menegur siswa dengan kata-kata yang halus dan bijak, memberi
motivasi pada siswa. Sikap dan perilaku yang ditampilkan harus dapat dicontoh
oleh siswa atau dapat dijadikan teladan oleh siswa. Karakter sopan santun atau
rasa hormat bukan hanya sekedar mematuhi aturan (norma), tetapi kesadaran
mematuhi norma yang berlaku. Manfaat menerapkan karakter sopan santun atau rasa
hormat pada siswa bermanfaat untuk menumbuhkan dan meningkatkan perilaku sopan
santun atau rasa hormat diri dan budi pekerti yang sekarang ini sudah mulai
luntur. Manfaat lain dari penerapan karakter sopan santun atau rasa hormat pada
siswa adalah menumbuhkan kepatuhan, menumbuhkan wibawa guru sehingga siswa ikut
termotivasi, mengajarkan sifat yang mulia, serta timbulnya rasa saling
menghormati.
3.2
Saran
a.
Sopan santun atau hormat menjadi
prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib kehidupan
sehari-hari, yang akan mengantarkan seorang siswa sukses dalam belajar dan
sebagai pembekalan diri untuk ke depannya menjadi siswa yang lebih baik lagi.
Hendaknya siswa lebih mngetahui akan makna sopan santun.
b.
Hendaknya lingkungan baik di sekolah
maupun luar sekolah juga ikut berperan dan sebagai bahan informasi bagi sekolah
dalam meningkatkan peran guru dalam rangka menerapkan sopan santun atau rasa
hormat terhadap perilaku siswa.
c.
Masih banyaknya permasalahan tentang
penerapannya karakter sopan santun atau rasa hormat pada orang lain dalam
membentuk karakter siswa, di mana karakter sopan santun atau hormat ini banyak
memberikan manfaat bagi siswa itu sendiri pada khususnya dan bagi guru umumnya,
hendaknya permasalahan ini dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi
guru tentang berbagai masalah dalam menerapkan karakter sopan santun atau rasa
hormat siswa pada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Chazawi
Adami, 2007. Tindak Pidana Kesopanan. Jakarta: Rajawali Pers.
Husaini. 2010. Perlukah
Pendidikan Berkarakter. Dikutip dari
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=133perlukahpendidikan-berkarakter&catid=1%3Aadian-husaini&Itemid=23.
Diakses pada hari Sabtu 17 Maret 2012
Kesuma, Dharma dkk. 2012. Pendidikan
Karakter (Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah). Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Kuraesin.1975.
Masyarakat Sopan. Bandung: Tarate.
Lickona,
Thomas. 2013. Educating For Character
(Mendidik Untuk Membentuk
Karakter).
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mahfudz,2010.Budaya-sopan-santun-yang-semakin-dilupakan.
(www.scribd.com.
diakses 02 januari 2012)
Ujiningsih
dan Antoro. 2010. Pembudayaan Sikap Sopan
Santun di Rumah dan di
Sekolah
Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Karkater Siswa.
Makalah: FKIP
Universitas Terbuka
Yogyakarta.
Usman,
Uzer. 1999. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
bagus sekali untuk di gunakan di sekolah
BalasHapussetuju sekali pendidikan sopan santu ditanamkan sejak dini, ternyata cara mendidik pun beragam, saya baca tipsnya disini
BalasHapusMengapa Makalah penumbuh kembangan siswa terhadap lingkungan
BalasHapus