Selasa, 16 September 2014

PENUMBUHAN KARAKTER SOPAN SANTUN PADA SISWA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Banyaknya perkelahian antar sekolah bahkan di perguruan tinggi yang terjadi di berbagai daerah akhir-akhir ini merupakan salah satu tanda bahwa pendidikan yang terjadi di sekolah perlu ditinjau ulang. Pendidikan telah dinilai tidak berhasil membangun karakter bangsa. Kurikulum sekolah yang menempatkan pendidikan agama, pendidikan moral pancasila, serta peran bimbingan dan konseling belum sepenuhnya menghasilkan anak didik yang berakhlak mulia. Krisisnya banyak anak yang tidak hormat pada guru, nyontek saat ujian adalah bukti sedikit gambaran adanya ketidak efektifan mata pelajaran tersebut di sekolah.
Jika kita lihat tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan nasional tersebut telah jelas bahwa pendidikan karakter sudah merupakan bagian dari proses pendidikan kita. Namun pada implementasi di lapangan pendidikan karakter tersebut tidak dilakukan secara teritegrasi dalam pendidikan di sekolah.
Pendidikan anak merupakan tanggungjawab bersama antara orang tua dan sekolah. Orang tua tidak dapat sepenuhnya membebankan proses pendidikan anaknya pada sekolah. Oleh karena itu kerjasama antara sekolah dan orang tua di rumah bahkan masyarakat lingkungan dimana anak tinggal dalam mendidik anak agar berkembang dan membentuk karakter siswa yang kuat itu sangat diperlukan.
Idealnya proses pendidikan yang berlangsung di sekolah dapat menghasilkan anak didik yang tidak hanya memiliki kompetensi bidang kognitif semata atau pandai secara intelektual namun hendaknya juga memiliki akkhlak mulia. Dengan bekal akhlak mulia ini anak akan berkembang menjadi anak yang baik dan akan menjadi dewasa kelak memiliki karakter yang kuat bermanfaat bagi nusa dan bangsa.
Sikap sopan santun atau hormat yang merupakan budaya leluhur kita dewasa ini telah dilupakan oleh sebagian orang. Sikap sopan santun yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hormat menghormati sesama, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menghargai yang muda tidak lagi kelihatan dalam kehidupan yang serba modern ini. Hilangnya sikap sopan santun sebagaian siswa merupakan salah satu dari sekian penyebab kurang terbentuknya karakter. Tidak terpeliharanya sikap sopan dan santun ini dapat berdampak negatif terhadap budaya bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kehidupan yang beradab.
Sejumlah pertanyaan muncul mengapa anak-anak sekarang menjadi anak yang tidak memiliki sikap sopan santun tersebut? Sebagian anak remaja mulai berani kepada orang tua, berani kepada gurunya, bila diberi nasehat berani membantah bahkan mungkin berani menantang pada orang yang menasehati. Sikap-sikap seperti ini banyak kita temui pada anak remaja. Kondisi ini menunjukkan bahwa sekolah hanya menghasilkan siswa yang memiliki intelektual yang tinggi namun tidak memiliki karakter yang ditunjukkan oleh kurangya akhlak mulia yang dimilikinya. Untuk menjawab pertanyaan yang muncul tersebut di atas, tentu banyak hal yang dapat dilakukan. Dalam makalah ini kami ingin mengupas salah satu hal kecil yang menurut kami penting dari sekian kemungkinan peningkatan karakter siswa yaitu melalui upaya pelestarian sikap sopan santun lewat proses pembudayaan di sekolah.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat diambil satu rumusan masalah penting diantaranya:
a.    Bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk menumbuhkembangkan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain?
b.    Apa manfaat menumbuhkembangkan karakter sopan santun atau rasa hormat pada siswa?
1.3 Tujuan
Melihat  begitu pentingnya dalam memenuhi tugas dari mata kuliah pendidikan karakter maka tulisan ini kami buat. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan gambaran bagi pembaca mengenai penumbuhkembangan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain. Tentu harapannya adalah implementasi dari suatu makalah yang akan bermanfaat dalam pembuatan tugas kuliah di kemudian hari nanti.
1.4Manfaat
a.    Agar mahasiswa dan pembaca makalah ini dapat mengetahui bagaimana cara untuk menumbuhkembangan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain.
b.    Agar dapat memberikan sumbangsih pengetahuan dalam mata kuliah pendidikan karakter.





BAB II
PEMBAHASAN

Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Karakter dapat ditumbuhkan pada anak (siswa) melalui pendidikan karakter dalam lingkup sekolah. Karakter tidak berfungsi dalam ruang hampa, namun karakter berfungsi dalam lingkungan sosial. “Rasa hormat, tanggung jawab, dan turunannya merupakan nilai-nilai yang dapat diajarkan oleh legitimasi sekolah “ (Lickona, 2013:101). Untuk keperluan pendidikan karakter dalam seting sekolah, sekolah perlu mengembangkan sejumlah nilai yang dianggap penting untuk dimiliki setiap lulusannya. Kesuma dkk (2012:9) menyebutkan beberapa tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah, diantaranya:
a.    Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
b.    Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
c.    Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
2.1 Pengertian Sopan Santun (Kesopanan) Atau Rasa Hormat
Sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan berakhlak mulia. Pengejawantahan atau perwujudan dari sikap sopan santun ini adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain. Dalam budaya jawa sikap sopan salah satu nya ditandai dengan perilaku menghormati kepada orang yang lebih tua, menggunakan bahasa yang sopan, tidak memiliki sifat yang sombong. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.
Sedangkan rasa hormat berarti menunjukkan penghargaan kita terhadap harga diri orang lain ataupun hal lain selain diri kita. Lickona (2013:70) “penghormatan terhadap orang lain mengharuskan kita untuk memperlakukan semua orang bahkan orang yang kita benci sebagai manusia yang  memiliki nilai tinggi dan memiliki hal yang sama dengan kita sebagai individu”. Kesopanan juga merupakan bentuk lain dari penghormatan terhadap orang lain.
2.2  Macam-Macam Sopan Santun/Kesopanan
a.                   Kesopanan Berbahasa
Bahasa menunjukan bangsa, di dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan alat komunikasi penting yang menjembatani seseorang dengan orang lainnya. Santun bahasa menunjukan bagaimana seseorang melakukan interaksi sosial dalam kehidupannya secara lisan. Setiap orang harus menjaga santun bahasa agar komunikasi dan interaksi dapat berjalan baik. Bahasa yang dipergunakan dalam sebuah komunikasi sangat menetukan keberhasilan pembicaraan (Kuraesin, 1975:6).
b.                  Sopan Santun Berperilaku
Santun adalah satu kata sederhana yang memiliki arti banyak dan dalam, berisi nilai-nilai positif yang dicerminkan dalam perilaku dan perbuatan positif. “Perilaku positif lebih dikenal dengan santun yang dapat diimplementasikan pada cara berbicara, cara berpakaian, cara memperlakukan orang lain, cara mengekspresikan diri dimanapun dan kapan pun” (Chazawi, 2007:12). Santun yang tercermin dalaman perilaku bangsa Indonesia ini tidak tumbuh dengan sendirinya namung juga merupakan suatu proses yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa yang luhur.
2.3  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lunturnya Nilai-Nilai Kesopanan
Menurut Mahfudz (2010:03), berpendapat bahwa kurangnya sopan santun pada anak disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a.    Anak-anak tidak mengerti aturan yang ada, atau ekspektasi yang diharapkan dari dirinya jauh melebihi apa yang dapat mereka cerna pada tingkatan pertumbuhan mereka saat itu.
b.    Anak-anak ingin melakukan hal-hal yang diinginkan dan kebebasannya.
c.    Anak-anak meniru perbuatan orang tua.
d.   Adanya perbedaan perlakuan disekolah dan dirumah.
e.    Kurangnya pembiasaan sopan santun yang sudah diajarkan oleh orang tua sejak dini.

2.4  Strategi Penumbuhkembangan Sopan Santun Atau Rasa Hormat di Sekolah
Penumbuhkembangan merupakan suatu proses pembiasaan. Penumbuhkembangan sopan santun atau rasa hormat dapat dimaksudkan sebagai upaya pembiasaan sikap sopan santun atau hormat agar menjadi bagian dari pola hidup seseorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan perilaku keseharian. Sopan santun atau rasa hormat sebagai perilaku dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara. Proses penumbuhkembangan karakter sopan santun atau rasa hormat pada orang lain ini dapat diterapkan di sekolah dengan cara sekolah harus mampu membuat desain skenario pembiasaan sopan santun atau rasa hormat. Sekolah dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.    Peran sekolah dalam membiasakan sikap sopan santun atau rasa hormat pada orang lain dapat dilakukan dengan memberikan contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagai pembelajar dapat menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau model dari guru ini siswa dengan mudah dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah menanamkan sikap sopan santun/hormat.
b.    Guru dapat mengitegrasikan perilaku sopan santun/hormat ini dalam setiap mata pelajaran, sehingga tanggungjawab perkembangan anak didik tidak hanya menjadi beban guru agama, pendidikan moral pancasila, dan guru BK.
c.    Guru agama, guru pendidikan moral pancasila dan guru BK dapat melakukan pembiasaan yang dikaitkan dalam penilaian secara afektif. Penilaian pencapaian kompetensi dalam 3 mata pelajaran ini hendaknya difokuskan pada pencapaian kompetensi afektif. Sedangkan kompetensi kognitif hanya sebagai pendukung mengusaan secara afektif.
d.   Guru seni tari jawa dapat membantu pembiasaan sopan santun/hormat melalui pembelajaran dalam gerakan tari yang memilki nilai-nilai posistif dalam budaya Jawa. Berdasarkan pengalaman salah seorang penari terbukti bahwa seni tari melalui gerakannya dapat dijadikan sebagai media untuk pembelajaran sikap sopan santun atau unggah ungguh.
2.5Peran Guru
Peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik menurut Husaini (2010) mencakup:
a.    Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems)
b.    Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
c.    Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.

Usman (1999:13) “seorang guru sebelum menjadi model keteladanan siswa guru juga harus mendisiplinkan diri, artinya apabila menginginkan peserta didiknya patuh terhadap aturan yang berlaku baiknya aturan yang bersifat formal atau non formal maka guru harus terlebih dulu mematuhinya”. Usman (1999:13) peran guru di pandang dari segi diri pribadinya adalah “sebagai model teladan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik”. Apabila guru sudah menunjukkan perilaku yang tidak sopan maka siswa pun akan berperilaku seperti itu karena siswa biasanya meniru apa yang dilakukan oleh guru.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penegakkan sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain  baik dalam lingkungan sekolah khususnya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya memang tidak semudah yang dibayangkan. Upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik (guru) dalam penumbuhkembangan sopan santun atau rasa hormat pada siswa adalah dengan menjadi teladan siswa melalui cara berpakaian yang rapi, bertutur kata yang sopan dan pantas, menegur siswa dengan kata-kata yang halus dan bijak, memberi motivasi pada siswa. Sikap dan perilaku yang ditampilkan harus dapat dicontoh oleh siswa atau dapat dijadikan teladan oleh siswa. Karakter sopan santun atau rasa hormat bukan hanya sekedar mematuhi aturan (norma), tetapi kesadaran mematuhi norma yang berlaku. Manfaat menerapkan karakter sopan santun atau rasa hormat pada siswa bermanfaat untuk menumbuhkan dan meningkatkan perilaku sopan santun atau rasa hormat diri dan budi pekerti yang sekarang ini sudah mulai luntur. Manfaat lain dari penerapan karakter sopan santun atau rasa hormat pada siswa adalah menumbuhkan kepatuhan, menumbuhkan wibawa guru sehingga siswa ikut termotivasi, mengajarkan sifat yang mulia, serta timbulnya rasa saling menghormati.
3.2 Saran
a.    Sopan santun atau hormat menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib kehidupan sehari-hari, yang akan mengantarkan seorang siswa sukses dalam belajar dan sebagai pembekalan diri untuk ke depannya menjadi siswa yang lebih baik lagi. Hendaknya siswa lebih mngetahui akan makna sopan santun.
b.    Hendaknya lingkungan baik di sekolah maupun luar sekolah juga ikut berperan dan sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam meningkatkan peran guru dalam rangka menerapkan sopan santun atau rasa hormat terhadap perilaku siswa.
c.    Masih banyaknya permasalahan tentang penerapannya karakter sopan santun atau rasa hormat pada orang lain dalam membentuk karakter siswa, di mana karakter sopan santun atau hormat ini banyak memberikan manfaat bagi siswa itu sendiri pada khususnya dan bagi guru umumnya, hendaknya permasalahan ini dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi guru tentang berbagai masalah dalam menerapkan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain.

















DAFTAR PUSTAKA


Chazawi Adami, 2007. Tindak Pidana Kesopanan. Jakarta: Rajawali Pers.
Husaini. 2010. Perlukah Pendidikan Berkarakter. Dikutip dari
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=133perlukahpendidikan-berkarakter&catid=1%3Aadian-husaini&Itemid=23. Diakses pada hari Sabtu 17 Maret 2012
Kesuma, Dharma dkk. 2012. Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kuraesin.1975. Masyarakat Sopan. Bandung: Tarate.
Lickona, Thomas. 2013. Educating For Character (Mendidik Untuk Membentuk
Karakter). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mahfudz,2010.Budaya-sopan-santun-yang-semakin-dilupakan. (www.scribd.com.
diakses 02 januari 2012)
Ujiningsih dan Antoro. 2010. Pembudayaan Sikap Sopan Santun di Rumah dan di
Sekolah Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Karkater Siswa. Makalah: FKIP
Universitas Terbuka Yogyakarta.
Usman, Uzer. 1999. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

3 komentar:

  1. bagus sekali untuk di gunakan di sekolah

    BalasHapus
  2. setuju sekali pendidikan sopan santu ditanamkan sejak dini, ternyata cara mendidik pun beragam, saya baca tipsnya disini

    BalasHapus
  3. Mengapa Makalah penumbuh kembangan siswa terhadap lingkungan

    BalasHapus